Senin, 26 Januari 2015

Materi Pengantar Teknik Perminyakan



ASAL MULA HIDROKARBON

Ada dua teori yang mencoba untuk menjelaskan asal mula minyak bumi, yaitu teori organik dan teori anorganik. Secara umum teori yang paling banyak dianut adalah teori organik. Pada umumnya proses pembentukan minyak bumi melalui fasa-fasa sebagai berikut :
Æ  Pembentukannya, yaitu :
-         pengumpulan zat organik didalam sedimen
-         pengawetan zat organik didalam sedimen
-         perubahan zat organik menjadi minyak bumi
Æ  Migrasi dari minyak bumi yang tersebar didalam batuan sedimen ke perangkap dimana minyak berada.
Æ  Akumulasi dari tetes minyak yang tersebar didalam lapisan sedimen sehingga berkumpul menjadi akumulasi yang mempunyai nilai ekonomis.

Lingkungan Terdapatnya Minyak dan Gas Bumi
Hampir sebagian besar minyak dan gas bumi diketemukan pada lapisan batuan pasir karbonat. Sangat terbatas terbentuk batuan shale, batuan vulkanik, ataupun rekahan batuan kasar (basalt).
Studi pendahuluan meliputi geologi regional, yang menyangkut studi komparatif atau perbandingan dengan daerah geologi lainnya yang telah terbukti produktif. Studi ini mempertimbangkan formasi yang bisa dijadikan sasaran eksplorasi, struktur yang dapat bertindak sebagai perangkap dan seterusnya.
Pada umumnya lebih tebal lapisan sedimen didapatkan, kemungkinan ditemukannya minyak bumi akan lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lebih tebal lapisan sedimen itu, tentu lebih banyak lagi formasi yang dapat bertindak sebagai reservoir maupun sebagai batuan induk. Lebih luasnya batuan sedimen tersebar, akan lebih memungkinkan atau lebih leluasa kita mencari perangkap minyak dan gas bumi.


Reservoir Minyak dan Gas
Reservoir minyak dan atau gas yaitu batuan-batuan yang berpori-pori dan permeable pada mana minyak dan atau gas bergerak serta berakumulasi. Dan melalui ini fluida dapat bergerak kearah titik serap (sumur-surnur produksi) dibawah pengaruh tekanan yang dimiliki atau yang diberikan dari luar.
Suatu reservoir yang dapat mengandung minyak dan atau gas harus memiliki beberapa syarat(petroleum system) yaitu :
1.      Batuan reservoir (reservoir rocks).
2.      Lapisan penutup (sealing cap rocks).
3.      Perangkap reservoir (reservoir trap).
4.      Batuan induk (source rock).
5.      Migration route.

Petroleum System

Petroleum System Processes                        
         Generation – batuan sedimen yang terendapkan karena pengaruh temperatur dan tekanan mengubah material organik menjadi hydrocarbon.
         Migration – perpindahan hydrocarbon keluar dari batuan induk dan masuk kedalam batuan reservoir kemudian terrjebak oleh trap.
          Accumulation –volume hydrocarbon yang bermigrasi ke dalam trap lebih cepat daripada kebocorannya sehingga hydrocarbon terakumulai
         Preservation - Hydrocarbon yang tersisa didalam reservoir dan tidak altered oleh biodegradation atau  “water-washing”
         Timing – jebakan yang terbentuk sebelum dan selama hydrocarbon bermigrasi.

SISTEM PETROLEUM
Batuan Reservoir
Didefinisikan sebagai suatu wadah yang diisi dan dijenuhi minyak dan atau gas, berupa lapisan berongga/berpori-pori. Secara teoritis semua batuan, baik batuan beku maupun batuan metaforf dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi pada kenyataan 99 % batuan sedimen.
Jenis dari batuan reservoir ini akan berpengaruh terhadap besarnya porositas dan permeabilitas. Porositas merupakan perbandingan volume pori-pori terhadap volume batuan keseluruhan, sedangkan permeabilitas merupakan kemampuan dari medium berpori untuk mengalirkan fluida dan sebagai fungsi dari pada ukuran butiran, bentuk butiran serta distribusi butiran. Disamping itu batuan reservoir akan mempengaruhi juga apakan phase fluida yang mengisi pori-pori tersebut berhubungan atau tidak satu sama lainnya.
Batuan dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :
1.      Batuan beku, yaitu batuan yang terbentuk akibat proses pendinginan magma.
2.      Batuan sedimen yaitu batuan yang terbentuk hasil dari sedimentasi batuan lainnya (bisa batuan beku atau batuan metamorf).
3.      Batuan metamorf yaitu batuan yang mengalami proses metamorfosis akibat temperatur dan tekanan.

Klasifikasi batuan
            Berikut adalah gambar siklus batuan yang menunjukkan perubahan dari satu batuan menjadi batuan yang lainnya.
Siklus batuan

Lapisan Penutup (Sealing Cap Rocks)
Minyak dan atau gas terdapat di dalam reservoir. Untuk dapat menahan dan melindungi fluida tersebut, maka lapisan reservoir ini harus mempunyai penutup di bagial luar lapisannya. Sebagai penutup lapisan reservoir biasanva merupakan lapisan batuan yang rnempunyai sifat kekedapan (impermeabel), yaitu sifat yang tidak dapat meloloskan fluida yarg dibatasinya.
Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisa yang bsrsida  dibagian atas dan tepi reservoir yang dapat dan menlindungi fluida yang berada di dalam lapisan di bawahnya.

Perangkap Reservoir (Reservoir Trap)
          Merupakan unsur pembentuk reservoir sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan bentuk yang konkap ke bawah, hal ini akan mengakumulasikan minyak dalam reservoir.

Batuan induk (source rock).
      Batuan Induk merupakan batuan yang kaya akan material organik yang merupakan cikal bakal dari terbentuknya hidrokarbo.

Migration route
       Rute migrasi yaitu rute yang dilalui hidrokarbon saat berpindah atau migrasi dari batuan induk mmenuju batuan reservoir.

Berdasarkan mekanisme pendorongan yang menyebabkan minyak dan/atau gas dapat bergerak ketitik serap (sumur produksi), maka reservoir minyak dan/atau gas dapat dibagi atas :
1.    Water drive reservoir
2.    Solution gas drive
3.    Gas cap drive reservoir
4.    Combinationdrive reservoir

Geothermal (Panas Bumi)
Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.

Energi Panas Bumi di Indonesia
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.
Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225oC).
Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia.
Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.
Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa.
Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumbersumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di Sulawesi.









DRILLING ENGINEERING


  • Sejarah Perminyakan

Pengusahaan secara modern minyak bumi dunia terjadi pada saat pemboran minyak bersejarah yang dilakukan oleh Kolonel William Drake di Titusvile, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 1859, yang menemukan minyak pada kedalaman 69 kaki.
Pemboran minyak pertama di Indonesia telah dilaksanakan pada tahun 1871 di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat oleh seorang pengusaha Belanda benama Jan Reerink, namun sumur ini gagal menghasilkan minyak.
Titik balik Industri minyak di Indonesia terjadi ketika pada tahun 1885, A.J. Zijkler, seorang pemimpin perkebunan tembakau Belanda berhasil menemukan sumur Telaga Tunggal I yang bernilai komersial di daerah Telaga Said, Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Inilah yang menjadi titik pangkal pendirian perusahaan raksasa yang terkenal dengan nama The Royal Dutch pada Tanggal 16 Juli 1890.Segeralah berdiri pabrik penyulingan di Pangkalan Brandan dan pipa-pipa serta tangki-tangki dan kapal-kapal tanker. Pada Tanggal 1 Maret 1892 pabrik mulai berproduksi dan hasilnya mulai dijual dan bersaing di pasaran bebas dunia dengan Minyak Amerika, Rusia dan Cina.
Penemuan ini pada tahun 1902 melahirkan suatu perusahaan minyak Belanda yang bernama "Bataafsche Petroleum Maatschappij", disingkat B.P.M, yang kemudian lebih dikenal sebagai perusahaan SHELL, salah satu dari tujuh perusahaan minyak terbesar di dunia.
Hampir pada waktu yang sama di Jawa Timur beroperasi suatu perusahaan Belanda lain yang benama "Dordtsche Petrolewn Maatschappif' yang pada tahun 1893 melakukan pemboran sumur Ledok yang menghasilkan lapangan minyak Ledok. Perusahaan "Dordtsche" kemudian diambil alih oleh B.P.M
Sebelum perang dunia II meletus, pada tahun 1939, jumlah produksi minyakbumi Indonesia adalah rata-rata perhari adalah sebesar 170.000 barrel . Angka ini mulai menurun selama kurun waktu 1942-1948 menjadi dibawah 100.000 barrel perhari karena disebabkan peperangan-peperangan di Indonseia.
Setelah menyerahnya Jepang dan Lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, era baru Industri Perminyakan bagi Republik Indonesia dimulai, Tambang-tambang minyak yang tadinya dikuasai Jepang segera diambil alih. Tambang minyak yang pertama kali dikuasai oleh Republik Indonesia adalah tambang minyak Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, dengan upacara serah terima antara pihak Jepang dengan pihak Republik Indonesia.


  • Organisasi Di Rig




  • Jenis Rig

1.      Land rig
2.      Drill ship
3.      Swamp barge rig
4.      Jack up rig
5.      Platform rig
6.      Semi submersible rig



  • System Di Rig

Setelah dilakukan eksplorasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran. Terdapat lima komponen utama dalam tahap pemboran, yaitu : hoisting system (sistem angkat), rotary system (sistem putar), circulating system (sistem sirkulasi), Blow out preventer system (BOP sistem) dan power sysstem (sistem tenaga).


  • Hoisting System

Hoisting sistem adalah perlengkapan utama dalam sistem dan perlengkapan pemboran. Fungsi utamanya adalah mengangkat, menahan, dan menurunkan peralatan serta pendukung peralatan rotary pada rig. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu :
a.        Supporting Structure (rig), yang terbuat dari kerangka baja, yang terletak tepat di atas lubang pemboran. Struktur ini terdiri dari :
·           Drilling tower (derick atau mask)
·           Substructure, memberikan ruang bebas untuk dudukan BOP
·           Rig floor, memberikan ruang bebas untuk kegiatan pemboran

b.        Hoisting equipment, peralatan pengangkat ini berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan peralatan ke dan dari dasar sumur, yang terdiri dari :
·           Draw works
·           Crown blocks
·           Traveling blocks
·           Hook
·           Elevator
·           Drilling line




 

  • Rotating System

Rotating system (Gambar ) berfungsi untuk memutar drillstring selama operasi pemboran, sehingga daya yang dihasilkan oleh PRIME mover dapat ditransmisikan sampai ke bawah permukaan.
Rotating System ini terdiri dari :
a.        Rotary assembly, yang terdiri dari :
·           Ratary table
·           Master bushing
·           Kelly bushing
·           Rotary slips
·           Make up dan break out tongs
b.        Drillstem, menghubungkan rangkaian dari swivel sampai bit, yang terdiri dari
·           Swivel
·           Kelly
·           Kelly saver sub
·           Drillpipe
·           Drill collar
·           BHA (bottom hole assembly)
c.         Bit
Pada saat sekarang , penggunaan rotary table dan kelly sudah jarang, fungsinya digantikan oleh top drive.



  • Circulating system

Merupakan komponen utama lainnya dari peralatan pemboran. Peralatan ini berfungsi untuk memberikan service berupa penyediaan lumpur serta penyediaan sifat-sifat fisiknya selama perboran berlangsung, termasuk dengan peralatan conditioning equipment (Gambar 9).
Circulating system terdiri dari :
a.        Drilling Fluid, yang befungsi untuk :
·           Mengimbangi tekanan formasi (hidrstatik)
·           Mengangkat dan membersihkan cutting dari lubang bor
·           Mendukung kestabilan lubang bor
·           Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring
·           Menyediakan hydraulic horsepower pada bit
·           Media logging
b.        Preparation Area
Suatu tempat untuk mempersiapkan lumpur sebelum disirkulasikan ke dalam sumur, yang terdiri dari :
·           Mud house
·           Steel mud pits/tanks
·           Mixing hopper
·           Chemical mixing barrel
·           Bulk mud storage bins
·           Water tank
·           Reserve pit
c.         Circulating Equipment
Merupakan peralatan khusus untuk memberikan tenaga pada lumpur sehingga dapat masuk dan ke luar dari kepala sumur. Susunan dari peralatan ini adalah :

·           Triplex Pump
·           Surface Connection
·           Stand Pipe
·           Mud hose ke Drill String





d.        Conditioning Area
Merupakan tempat atau peralatan untuk mengembalikan kondisi lumpur setelah mengalami berbagai beban selama operasi pemboran berlangsung. Lumpur akan ditreatment sebelum masuk ke prefaration area, yang terdiri dari :
·           Shale shaker
·           Desander
·           Desilter
·           Degaser
·           Hydrocyclone

Power System
          Merupakan komponen yang memberikan sumber daya untuk mendukung terlaksananya semua proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Power system (Gambar 10) ini dapat dibagi menjadi :
·           Primary power source
·           Power transmision

Blow Out Preventer (BOP)
Peranan pendukung untuk pengontrol dan safety tekanan selama pemboran berlangsung. Peralatan ini berfungsi untuk menutup sumur bila terjadi kick atau sembur liar yang mungkin terjadi selama pemboran akibat masuknya gas/fluida formasi dan mengalir secara liar ke permukaan. BOP (Gambar ) ini terbagi menjadi :
a.        BOP Stack dan Accumulator, yang terdiri dari :
·           Annular preventer
·           Pipe ram preventer
·           Drilling spool
·           Blind ram preventer
b.        Supproting Choke dan Kill System, yang terdiri dari :
·           Choke manifold
·           Kill line



  • Fungsi Lumpur Pemboran
a. Mengangkat Cutting ke Permukaan
            Serbuk bor yang dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat  sebaiknya secepatnya diangkat ke permukaan, yang mempunyai pertimbangan effisiensi dan rate penetrasi. Keefektifan dari pengangkatancutting ini tergantung dari faktor-faktor yaitu : Kecepatan fluida di annulus, densitas dan viskositas.

b. Membentuk Mudcake yang tipis dan licin
            Lumpur akan membuat lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan formasi yang permeabel (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk, yaitu cairan plus padatan yang menyebabkan padatan tertinggal dan tersaring). Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak terlalu sempit dan cairan tidak banyak yang hilang.

c. Mengontrol Tekanan Formasi
            Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal), densitas lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft, abnormal pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk memperberat lumpur.

d. Cutting Suspension
            Suspensi serbuk bor merupakan kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strength. Serbuk bor perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap kebawah akan mengakibatkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan terjepit selain juga akan memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya pembuangan serbuk bor ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander atau shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor/pasir dari lumpur di permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pipa, pompa, fitting dan bit. Untuk itu biasanya kadar pasir maksimal yang diperbolehkan adalah 2 %

e. Mendinginkan dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Pipa
            Dalam proses pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat dan rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul. Tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific heat)lumpur telah cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem sehingga peralatan tidak menjadi rusak dan memperpanjang umur pahat.

f. Menahan Sebagian Berat Drillstring dan Casing
            Pada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor, demikian pula saat memasukkancasing kedalam lubang bor yang berisi lumpur, sebagian berat rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan oleh gaya keatas dari lumpur yang sebanding dengan lumpur yang dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang dibor, maka rangkaian pipa bor serta casing yang diperlukan juga bertambah banyak sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.Berat rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya keatas yang ditimbulkan lumpur yang bersangkutan,

g. Mencegah Gugurnya Dinding Lubang Bor
            Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak mudah runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan dinding lubang bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada lubang bor akan memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan gugurnya dinding lubang bor, terutama untuk formasi yang tidak kompak.

h. Media Logging
            Pelaksanaan logging selalu menggunakan lumpur sebagai media penghantar arus listrik dilubang bor. Selain itu juga peralatan logging selalu diturunkan saat lubang bor terisi oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis lumpur ditentukan dari kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada (log listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat berperan pada penggunaan log listrik.

i. Mendapatkan Informasi Sumur
            Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud log. Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui jenis formasi apa yang sedang dibor.

Tubular Product
Tubular product dalam industri perminyakan mewakili setiap pipa baja yang diturunkan ke lubang sumur minyak atau gas. Terdapat tiga jenis tubular product yang umum dipergunakan (lihat Gambar ) :
· Drill pipe
· Casing
· Tubing




1        Drill Pipe
Drill pipe digunakan untuk melakukan pemboran. Drill pipe berupa tubing tanpa las (heavy seamless tubing) berfungsi untuk mentransmisikan putaran top drive ke bit dan juga sebagai bagian peralatan sirkulasi lumpur. Setiap sambungan pipa panjangnya sekitar 30 ft.

2        Casing
Casing berupa pipa baja dengan panjang berkisar antara 16 sampai 34 ft, dengan diameter bervariasi dari 4,5 inci sampai 30 inci. Fungsi utama casing adalah menyekat lubang pemboran sehingga tidak terjadi hubungan antar formasi yang berdekatan, mempertahankan kestabilan lubang bor sehingga tidak gugur serta melindungi lingkungan dari pengaruh filtrat lumpur pemboran yang lolos di sekitar lubang. Umumnya dalam pemboran minyak/gas memerlukan beberpa tipe casing, yaitu :
· Conductor Casing
· Surface Casing
· Intermediate Casing
· Production Casing
3        Tubing
Tubing berupa tabung baja dengan panjang sekitar 20 – 34 ft dengan diameter bervariasi dari 1,5 – 4,5 inci. Tubing merupakan pipa terakhir yang diturunkan ke dalam sumur yang berada di dalam production casing. Fluida formasi diproduksikan ke permukaan melalui tubing yang sering disebut sebagai “production string”.




Penyemenan (Cementing)
Penyemenan atau cementing adalah sutau proses pendorongan bubur semen ke dalam lubang sumur melalui casing menuju annulus casing-formasi dan dibiarkan untuk beberapa saat hingga mengering dan mengeras sehingga dapat melekatkan casing dgn formasi.
            Tujuan penyemenan casing adalah:
  Melekatkan casing dengan formasi
  Mencegah terjadinya hubungan antar formasi
  Menjaga dari tekanan formasi yang berlebihan
  Mencegah korosi
  Mengisolasi zona berbahaya, agar pemboran dapat dilanjutkan.
Penyemenan dapat dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing dan secondary cementing.Primary cementing yaitu proses penyemenan casing pada pertama kali sedangkan Secondary cementing yaitu proses penyemenan untuk memperbaiki penyemenan pertama yang tidak sempurna (terdapat celah-celah yang tidak tersemen), menutup lubang perforasi, dan menutup formasi untuk membelokkan lubang pemboran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar